Langsung ke konten utama

Hai Rindu

Banyak pertanyaan yang hadir tiap hari ketika aku memperhatikan keadaan yang ada. Terkadang aku bertanya sendiri pada hatiku, apa yang membuatku bertahan selama dan sejauh ini. Ketika waktu yang berlalu tanpa henti terus datang tanpa pemberitaan. Kita yang sekarang bukanlah kita yang dulu. Memaksakan apapun tak akan pernah bisa, Pikiran yang dulu dan sekarang telah berubah, seharusnya aku sadar tentang itu.

Rindu ini terus mencengkramku, aku merindu tanpa suara. Resah, diam dan bisu hanya itu yang selalu hadir saat aku membutuhkan pertemuan nyata. Aku merindu dari ruang dan jarak yang jauh dari apa yang ingin kutemui. Rindu ini menyiksaku tanpa pertolongan dan harapan. Kemana rindu ini akan kubawa pergi dan kubawa menghilang. Demikian rindu ini hadir tanpa permisi dan pergi tanpa pemberitahuan.

Saat pertemuan membutuhkan kenyataan, aku ingin bertemu. Meski sebentar tak apa asalkan bisa bertemu. Menanti pertemuan yang entah kapan terjadi. Bingkisan rindu yang kubungkus rapi. Pelupur lara atas semua mimpi yang ingin dikabulkan. Pertemuan yang diharapkan datang dengan cepat, tapi tak tahu kapan. Berusaha membiarkannya dimakan waktu dan hilang,

Kepada rindu yang ingin segera diobati
Bisakah sedikit lebih bersabar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Lebaran Tahun Ini

Ini tahun ke empat bagiku untuk menghabiskan Ramadan dan lebaran tak pulang ke rumah. Apa aku benar masih anak dari ibu dan ayahku? Atau aku hanya berpura-pura tegar untuk menutupi semua sedihku, karena banyak hal yang membuatku tak bisa pulang. Kaum rantau yang masih terus mengejar dunia, aku. Sebentar saja jangan rapuh dan jangan menyerah dulu, berusahalah untuk tak meratapi walau sebenarnya sudah mulai terbebani. Bukan lebaran kali ini sayang, kita rencanakan lagi tahun berikutnya. Bukan tahun ini .

Hati Yang Sudah Tak Memanggil Namamu

Dentingan jam dinding malam ini serta dekapan udara musim dingin membuatku tiba-tiba teringat sosokmu. Sudah berapa lama selang aku memutuskan berhenti untuk melihat kemasa ada dirimu. Hempasan ranting pohon yang ditiup angin mengeluarkan melodi yang tak menyenangkan. Aku harap aku sudah tak diingat oleh ratusan orang yang mengenal namaku dan namamu.  Beberapa hari lalu didalam gerbong kereta dengan memperhatikan pepohonan disaat matahari terbenam aku menerima pesanmu memintaku kembali. Aku rasa hilang warasmu tak lagi ada rasa malumu atau sudah tak kau gubris akal sehatmu. Aku berbisik kehatiku, apa kamu bergetar? Tetapi tak ada jawaban. Hatiku tak bergeming meskipun itu kamu yang memanggil namaku. Dengan senyuman, Caroot yang sudah tak menginginkanmu 

Bukan Aku Yang Memulai atau Berharap Mengakhiri

Aku kira lautan yang dalam itu adalah perihal tentang sebuah rasa yang dalam pula Setiap lagu cinta mengutarakan besarnya sebuah perjuangan dan pengorbanan yang tak akan sia-sia Lalu apa yang terjadi dengan hilangnya kabar dan tak terbalasnya pesan Bila pada awalnya rasa itu disuguhkan untuk dibalas dan diterima Atau aku yang tidak paham apa itu kata menunggu ? Aku melihat senja seperti pelupuk mata yang teduh tentang kamu yang tenang disana untukku Ucapan manis bahkan sekedar gurauan tak bertopik darimu bisa membuat senyum palsuku keluar Apa yang terjadi dengan untaian kata manis yang kau bilang akan bertahan selamanya Mungkin saat itu aku lupa waktu adalah penipu ulung tentang semua kata yang terucap Atau aku yang tidak mengerti apa itu kata lelah ? Bukan aku.. Aku tak pernah mengakhiri ragu Aku tak pernah memberi harap palsu Aku tak pernah mengulur kesempatan Bukan, ya itu bukan aku.. Kau lah yang datang tanpa persetujuan dari hati yang kau