Langsung ke konten utama

Sayang Jangan Melarangku Menulis

Kamu yang selalu tak suka dengan hobi menulisku, mengecamku sedemikian rupa agar tak menulis lagi. Kamu tak mengizinkanku untuk melakukannya lagi. Aku tahu penyebabnya karena cemburumu,semua hal yang kulakukan terlalu sensitif sehingga menyentuh urat saraf dan perasaanmu. Sesungguhnya aku tersekat jantungku sakit, kau membuatku berhenti berimajinasi. Sejak kapan semua ini menjadi semakin rumit dan bertambah rumit dipikiranmu. 

Seharusnya hobiku bukan menulis ya? kamu lebih mengharapkan wanitamu duduk manis dirumah menata rambut mempercantik diri dan merawat tubuhnya. Aku setengah meronta, dihatiku tak menginginkannya hanya saja karenamu aku melakukannya dengan sepenuh hati. Tak ada lagi menulis sendu, galau ria, tulisan masa lalu, kenangan pahit dan khayalan cinta. Sekarang beku tanpa tergores disetiap kata yang kutulis. Aku kehilangan kemampuanku untuk kembali melakukannya, aku tidak diperbolehkan.

Aku terlalu jatuh cinta pada tulisan sayang, kegemaranku adalah menulis, inspirasiku adalah khayalan. Aku cinta mengarang apapun itu seolah duniaku terasa tersalurkan dan tenang bila aku merangkainya menjadi baitan kalimat. Bahkan tak semua yang kutulis benar adanya hanya semu dibalik setiap artinya. Haruskah aku berhenti melakukan kesukaanku seperti aku memintamu berhenti futsal, bisakah? maukah?. Sayang aku ingin kebebasanku dalam menulis kamu berikan. Aku hanya ingin mengarang apa yang ada dipikiranku, salahkah?.

Tulisan adalah hidupku sayang, tolong jangan melarangku :')
Seperti tulisan yang kukarang setiap hari dan seperti kamu yang kucintai tanpa henti.
Aku tak ingin kehilangan keduanya.

Sayang jangan larang aku nulis lagi ya......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Lebaran Tahun Ini

Ini tahun ke empat bagiku untuk menghabiskan Ramadan dan lebaran tak pulang ke rumah. Apa aku benar masih anak dari ibu dan ayahku? Atau aku hanya berpura-pura tegar untuk menutupi semua sedihku, karena banyak hal yang membuatku tak bisa pulang. Kaum rantau yang masih terus mengejar dunia, aku. Sebentar saja jangan rapuh dan jangan menyerah dulu, berusahalah untuk tak meratapi walau sebenarnya sudah mulai terbebani. Bukan lebaran kali ini sayang, kita rencanakan lagi tahun berikutnya. Bukan tahun ini .

Hati Yang Sudah Tak Memanggil Namamu

Dentingan jam dinding malam ini serta dekapan udara musim dingin membuatku tiba-tiba teringat sosokmu. Sudah berapa lama selang aku memutuskan berhenti untuk melihat kemasa ada dirimu. Hempasan ranting pohon yang ditiup angin mengeluarkan melodi yang tak menyenangkan. Aku harap aku sudah tak diingat oleh ratusan orang yang mengenal namaku dan namamu.  Beberapa hari lalu didalam gerbong kereta dengan memperhatikan pepohonan disaat matahari terbenam aku menerima pesanmu memintaku kembali. Aku rasa hilang warasmu tak lagi ada rasa malumu atau sudah tak kau gubris akal sehatmu. Aku berbisik kehatiku, apa kamu bergetar? Tetapi tak ada jawaban. Hatiku tak bergeming meskipun itu kamu yang memanggil namaku. Dengan senyuman, Caroot yang sudah tak menginginkanmu 

Bukan Aku Yang Memulai atau Berharap Mengakhiri

Aku kira lautan yang dalam itu adalah perihal tentang sebuah rasa yang dalam pula Setiap lagu cinta mengutarakan besarnya sebuah perjuangan dan pengorbanan yang tak akan sia-sia Lalu apa yang terjadi dengan hilangnya kabar dan tak terbalasnya pesan Bila pada awalnya rasa itu disuguhkan untuk dibalas dan diterima Atau aku yang tidak paham apa itu kata menunggu ? Aku melihat senja seperti pelupuk mata yang teduh tentang kamu yang tenang disana untukku Ucapan manis bahkan sekedar gurauan tak bertopik darimu bisa membuat senyum palsuku keluar Apa yang terjadi dengan untaian kata manis yang kau bilang akan bertahan selamanya Mungkin saat itu aku lupa waktu adalah penipu ulung tentang semua kata yang terucap Atau aku yang tidak mengerti apa itu kata lelah ? Bukan aku.. Aku tak pernah mengakhiri ragu Aku tak pernah memberi harap palsu Aku tak pernah mengulur kesempatan Bukan, ya itu bukan aku.. Kau lah yang datang tanpa persetujuan dari hati yang kau