Langsung ke konten utama

Wanita Berkerudungmu, Aku Kalah Telak

                            

Lantunan “jealous-labirinth” ku perdengarkan sembari mengetik tulisanku malam ini. Baru-baru ini aku mendapat potret dirimu, iya sudah lama sejak setahun lebih kita tak berbagi kabar apapun. Aku sedang tersenyum terutama saat aku sadar kamu mulai menghentikan jalur komunikasi kita melalu media apapun itu. Aku selalu merasa iya aku lah sang pendosa disini. Bagaimana tidak, beraninya aku mematahkan hatimu dari awal kamu menyatakan cinta. Dasar wanita, iya itu aku yang terpikir untuk menceritakanmu lagi kali ini.
 
Klasik sekali bila aku menuliskan apa kabar ditulisanku kali ini, kumohon jangan tertawakan benar ini tentang wanita itu. Wanitamu cantik ucapku dalam hati, serta rangkaian kata yang kamu tulis untuknya juga sangat manis. Aku suka, dia!. Apa kamu mengharapkan aku menceritakan hal buruk tentangmu dan wanitamu disini. Sungguh tenang saja aku benar-benar menganggap dan memandangnya cantik, terutama kerudung yang dibalut dikepalanya. Sama persis seperti wanita idamanmu yang mungkin dulu kamu sempat harapkan untuk mengenakan kerudung. Bahagia sekali wajah kalian berdua, sangat manis ucap hatiku.

Entahlah, aku memang tidak benar-benar mencari tahu siapa dan seperti apa dia. Hanya saja dengan melihat potret kalian berdua membuatku berkesimpulan bahwa kamu tidak akan salah pilih terutama soal hubungan dan cinta. Aku masih ingat saat kamu pernah bilang tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, beruntung juga dia bisa jadi wanita yang kamu miliki hatinya. Kalian serasi dimataku tentu aku doakan kalian berjodoh hingga nanti.

Lalu bagaimana dengan perasaanku sesungguhnya,
Jujur saja tak banyak ucap kata hanya “kalah telak”

Aku memang tidak mengenal bagaimana sosok seorang wanitamu ini, aku merasa kalah telak dengan kerudung hijab dikepalanya. Dia terlihat sangat manis, menyakiti hatiku saja karena memang dulu kamu selalu mengajakku untuk memakai penutup kepala. Iya, belum hingga saat ini. Aku akui jujur ini bukan sedih seperti aku ingin memaki atau meneriakimu. Itu saja, aku telah “kalah telak” jika dibandingkan dengan hal lainnya apalah aku. Andai saja hal semanis itu bisa membuatku marah tak akan aku buat tulisan ini. Aku benar-benar meluapkan bahagiaku karena sebenarnya kamu mampu membuka hatimu lagi, tak butuh waktu yang lama hingga bertahun-tahun. 

Apabila ku putar kembali memori aku kira aku adalah sosok yang mungkin akan kamu tunggu ternyata terlalu percaya diri saja sarafku. 

Saat aku mengira beranjak dari satu hati bisa membutuhkan waktu bertahun tetapi tidak denganmu. Ketika surat cinta mengatakan tidak akan melupakan nyatanya tidak sulit mencari pengganti sosokku. Apabila diingat tentang janji akan selalu bersedia kapanpun untukku hanya saja kenyataannya kamu sudah lupa. Aku membaca kembali memori itu dikepala, iya hanya omong kosong. Waktu itu kamu mungkin hanya terbawa suasana yang terlalu berlebihan dan tak bersungguh.

Tidak apa, aku benar-benar menyukai wanitamu.
Senyumnya denganmu, kamu bahagia.
Iya, bukan denganku.

Cemburu? Sungguh aku tidak pantas. Aku hanya menganggapmu teman saja meski cinta yang kamu utarakan tidak bisa kubalas nyata saat itu. Aku bersyukur wanitamu mampu menggantikan dan membalas rasa yang tidak bisa kuberi itu. Dia terlihat sangat mencintaimu, bukan aku.

Iya selamat ya. Terblokir dari hidupmu tak apa. Asal lukamu sudah lupa. Kamu bahagia.
Wanita cantik berkerudung yang membuatku kalah telak itu.
Bahagia ya kalian. Selalu

Masih berpikir menghapusku dari hidupmu setelah kudoakan bahagia? Terlalu cinta bisa membuat persahabatan runtuh bak perang saudara. Jujurku, aku merindukanmu bukan tentang cinta itu. Aku merindukan sosok teman baikku yang menemani perjuanganku tiga tahun lalu didesa itu. Aku tidak pernah ingin berniat membuka luka atau apapun itu hanya saja setidaknya memaki namaku seperti yang biasa kamu lakukan. Sebagai temanmu, yang sudah kamu lupa.

With love
Caroot

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Lebaran Tahun Ini

Ini tahun ke empat bagiku untuk menghabiskan Ramadan dan lebaran tak pulang ke rumah. Apa aku benar masih anak dari ibu dan ayahku? Atau aku hanya berpura-pura tegar untuk menutupi semua sedihku, karena banyak hal yang membuatku tak bisa pulang. Kaum rantau yang masih terus mengejar dunia, aku. Sebentar saja jangan rapuh dan jangan menyerah dulu, berusahalah untuk tak meratapi walau sebenarnya sudah mulai terbebani. Bukan lebaran kali ini sayang, kita rencanakan lagi tahun berikutnya. Bukan tahun ini .

Hati Yang Sudah Tak Memanggil Namamu

Dentingan jam dinding malam ini serta dekapan udara musim dingin membuatku tiba-tiba teringat sosokmu. Sudah berapa lama selang aku memutuskan berhenti untuk melihat kemasa ada dirimu. Hempasan ranting pohon yang ditiup angin mengeluarkan melodi yang tak menyenangkan. Aku harap aku sudah tak diingat oleh ratusan orang yang mengenal namaku dan namamu.  Beberapa hari lalu didalam gerbong kereta dengan memperhatikan pepohonan disaat matahari terbenam aku menerima pesanmu memintaku kembali. Aku rasa hilang warasmu tak lagi ada rasa malumu atau sudah tak kau gubris akal sehatmu. Aku berbisik kehatiku, apa kamu bergetar? Tetapi tak ada jawaban. Hatiku tak bergeming meskipun itu kamu yang memanggil namaku. Dengan senyuman, Caroot yang sudah tak menginginkanmu 

Hai, Selamat Datang Uda di Kehidupan Uni

Aku menjadi saksi kisah cinta mereka, sahabatku. Mungkin tidak sempurna tapi biarkan aku mencoba menceritakan ulang. Dia adalah sahabat lamaku, dari sekolah menengah atas satu kelas dan juga suka membuat onar bersama. Sekarang sudah kepala dua masih sama senyum dan sifatnya tetaplah sahabatku. Terakhir kali bertemu dia menangis karena sang pujaan hati sudah memiliki sandaran kasih yang baru. Aku mencoba memberinya saran dan solusi juga seorang teman baru yang kini dia panggil Uda. Biarku coba menjadi dia agar cerita indah ini bisa nyaman kamu baca dan pahami perlahan. Aku sedang menangisi kekasih lamaku siang hari tanpa sebab hanya saja aku ingin menangis. Aku tidak mengerti kenapa air mataku tidak bisa berhenti mengalir terus saja membasahi pipi, teriakanku kedalam tak terdengar hanya air mata saja. Aku pun bercerita kepada sahabatku, memintanya mencarikanku teman baru agar luka hati yang tak ku mengerti ini bisa berlalu. Selang dua hari dia mengabariku, katanya dia me