Langsung ke konten utama

3 tahun Bertatap, 2 tahun Berjarak, dan hampir 3 tahun Berdrama, Aku dengan Kisah Cintaku

Judul yang kutulis kali ini adalah kisah cintaku sendiri. Bukan cerita dari temanku, tetangga sebelah kamar ataupun saudaraku. Kisah ini adalah aku dengan hubungan cinta bertahun, kali ini kuperingatkan bukan soal kasih sayang ataupun cerita indah. Tapi ini adalah kisah pilu dan luka dibalik hubungan jangka panjang yang terlihat sangat indah difigura tapi rapuh didada. Semua tentang aku dan kekasihku yang saat ini sudah tak lagi bersama. Kisah yang sangat ingin kutulis sebagai pengingat bahwa cinta yang paling bisa menjadi sakit yang paling pula. Mari membacanya dengan bijaksana, jangan meneriakiku karena kala hubungan ini bermula usiaku masih 17 tahun.

Pertama kali saling mengenal, sosok lelaki yang baru kukenal ini memiliki kepribadian yang baik, cukup ramah, suka mengayomi, tak terlalu cuek, perfeksionis dan tak suka bertele-tele. Aku tak terlalu ingat tetapi waktu membuatku menyukainya kala itu. Awal bersama layaknya semua hubungan biasa, penuh bunga dan tawa. Hanya saja kisahku ini tak begitu saja terlihat indah. Semua sifat asli kekasihku mulai terlihat dari dua bulan hubungan kami.

Kata putus.

Baru selang dua bulan kita bersama, satu kata putus sudah keluar dari bibirnya. Walau tak benar-benar berpisah tapi ucapan ini selalu terlontar setiap kali dia lelah. Aku akui kami berdua masihlah 17tahun yang masih beremosi tak stabil dan ingin menang sendiri. Hanya saja kata putus menjadi kata yang hampir biasa dia ucapkan sampai hubungan kami pada umur ke 3tahun. Kembali terulang, dan menurutku dari situlah awal semua kisah ini benar-benar telah berakhir dihatiku.

Kata kasar.

Lelakiku yang ramah, sangat penyayang, suka berbagi dan sangat suka merangkul. Apa aku yang salah atau memang dirinya yang memiliki masalah. Semua kata kasar yang tak pernah kudengar darinya muncul satu persatu setiap saat masalah datang. Bukan hanya karena aku, dari siapapun itu. Aku adalah tempat mencurahkan semua ucapan-ucapan yang memekak telinga hingga menekan ulu hati. Bertahun-tahun demikian ? Iya. Berhari dan hingga bertahun aku terbiasa dengan pekak dan tajamnya ucapan lidah dari kekasihku sendiri. Apa aku tak marah? Tidak. Aku tak pernah marah padanya, bahkan melawan. Bodoh ? Iya. Aku mengakui semua kebodohan dan kesabaran yang kuberi padanya dimasa itu. Walau sudah berpisahpun. Aku masih dipanggilnya wanita jalang. Jadi bagiku, semua ucapannya hanyalah angin lalu.

Kehilangan teman.

Kekasihku tak suka teman-temanku. Titik tak pakai pertanyaan. Dia tak suka aku bergaul dengan teman kampusku terutama laki-laki. Aku tak banyak mempertanyakan kala itu, karena kupikir sayangnya membuat dirinya demikian. Aku tak punya teman sejak kita bersama. Iya, tak ada. Aku tak ingat apa aku pernah menghabiskan waktu liburanku dengan teman-temanku semenjak kita bersama. Tak ada, karena aku tak akan pernah diberi izin olehnya untuk sekedar berkumpul dengan teman-temanku. Semua waktuku tentu ku habiskan dengannya, organisasi kampus bersamanya dan kemudian pulang kekosan. Demikian hari-hariku berulang kala itu, yang setiap orang bertanya "apa aku tak bosan" ?. Yang cukup pintarnya aku menjawab "tidak". Aku mengampuni diriku kala itu, aku ampuni.

Kehilangan hobi.

Aku sangat suka menulis diblog ataupun dibuku saat itu bahkan sampai hari ini. Tentu, dia tak suka. Aku tak diharapkan untuk menulis olehnya. Apapun itu lebih baik bila aku tak menulis apapun. Aku masih ingat rasanya saat makiann yang muncul darinya berkata membenci semua tulisanku. Apa aku benar berhenti menulis? Tidak. Persetan dengan larangan menulis. Aku tetap menulis tapi tanpa sepengetahuannya, tak terlihat dan tak terdengar olehnya. Bagaimana rasanya? Seperti tawanan. Entahlah kenapa semua hal yang sederhana begitu rumit baginya. Aku juga tak begitu paham. Cemburu adalah alasan terbesit dikepala. Bisa saja tulisan yang bukan tentangnya itu membuatnya tak percaya diri, karena semua tulisanku mengandung banyak hayalan dan nyata sekalipun.

Tamparan dipipi.

Aku sangat membenci laki-laki kasar. Kali ini berbeda, aku bertahan dengan laki-laki yang bahkan pernah mengayunkan lengannya ke pipiku. Aku ingat pertama kali tamparan itu hinggap di pipi karena alasan sederhana, aku pergi keperayaan ulang tahun temanku tanpa dia. Aku yang tak mengerti kala itu apa yang merasukinya hanya menangis tersedu. Kenapa bertahan ? Dia memelukku sambil meminta maaf yang membuatku luluh. Walau tamparan berikutnya kudapati kembali hingga tiga kali sampai akhirnya aku benar-benar merasa cukup. Apa mungkin cinta bisa menjadikan manusia sedemikian tak terkontrol ? Apa memukul membuatmu mengira bisa dimaafkan. Wanitamu menyimpan luka didadanya, bertumpuk setiap hari sampai dia berucap lelah padamu.

Menghalangi mimpi.

Aku masih ingat saat menceritakan keinginanku untuk pergi ke luar negeri. Apa kamu tahu apa ucapannya padaku ? "Kalau kamu tetap pergi ke australia, aku gak janji hubungan kita baik-baik aja". Disinilah aku sudah benar-benar pergi sebelum kata pisah itu muncul terlambat dikemudian hari. Banyak alasan yang dijabarkan padaku, bahwa aku terlalu jauh dari orang tua, aku harus bekerja dekat orang tua, aku harus tetap tingga. Tidak, untuk pertama kalinya aku tak mendengar ucapannya. Aku tetap berangkat walau akhirnya hubungan ini menjadi hambar diantara beda benua. Tentu, aku lah yang disalahkan atas semua yang berpisah dan hilang diantara kami berdua. Aku, teman-temanku dan Australia. Andai saja, satu menit dia renungkan betapa aku begitu sabar dan tabah mendampinginya. 

Perbandingan hidup.

Selama kita berjarak antara dua benua. Tentu, tak semua yang kita lakukan dibagikan pada saat bercerita. Untuk berkomunikasi mungkin dia hanya menghubungiku dua atau tiga kali seminggu. Kita tak pernah sering untuk video call mungkin hanya sekitar dua atau tiga kali selama aku hampir setahun disini. Waktu yang berbeda serta gaya hidup yang juga mulai berbeda. Aku yang mulai beradaptasi dengan lingkunganku dan dia yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Kala itu dia mulai mempertanyakan semua yang kupakai dan semua postingan instagram yang baru dilihatnya. Iya, dia tak menyukainya. Aku dianggap menghamburkan semua fasilitas yang kupunya dan berlebihan. Pujian? tak pernah kudapat darinya. Setiap komunikasi atau pesan yang muncul darinya hanyala kecaman ketidak senangannya atas apa yang kuraih selama disini.

Sampai pada dititik aku sudah tak sanggup lagi menahan semua kecaman yang diberi olehnya selang hampir setahun aku di Australia. Aku dengan mengatas namakan salah satu temanku yang telah pergi untuk selamanya kala itu, dia dengan enaknya berargumen denganku tentang apa yang telah aku sumbangkan atas kepergian temanku.  Dia menyebutku pamer, aku angkuh dan aku congkak. Apa yang aku beri kala itu adalah murni rasa bersalahku karena tak ada disamping temanku yang pergi. Tetapi lelakiku ini apa ? Berkali aku telfon dan kukirimi pesan padanya, tak ada respon dan selang lama dia muncul dengan bermacam argumen yang menyudutkanku. 

Berhari aku tak menghubunginya, berhari aku berpikir mengakhiri luka dan sesak yang kutahan bertahun-tahun. Aku akhirnya menulis deretan isi hati dan keinginanku untuk berpisah. Perpisahan yang akhirnya kuucapkan dan tak pernah kutarik kembali. Kata pisah yang pertama kali kuucapkan dan untuk terakhir kalinya padanya. Bila kamu pikir ini adalah akhir dari kisahku? Belum ini barulah awal dari kisah baru yang lebih menekanku setelah kata pisah yang kuucapkan sendiri.

Tarik-ulur perpisahan.

Aku menghilang setelah mengucap kata pisah. Aku matikan semua sosial media dan memblokir nomor telfonnya. Sampai pada orangtuanya , adiknya dan semua temannya mencariku. Hidupku bak drama queen yang tak punya panggung. Dia pun begitu berusaha menghubungi saudaraku, orangtuaku dan teman-temanku. Aku malu, sangat malu. Teman yang aku tak dekat pun dihubungi olehnya untuk bertanya tentangku. Aku tak tahan, aku pun mengalah dan mengajaknya untuk berdiskusi. Tak pernah bertemu titik temu, karena dia tetap ingin kembali. Sedangkan aku tetap tak ingin kembali. Semua argumen, pertengkaran, cacian dan tarik ulur yang tak jelas ini berlangsung selama setahun penuh setelah perpisahan. Aku tetap menerima kata-kata cercaannya, kebohongannya, kesombongan dan ejekannya memojokkan keputusanku. Aku yang salah, Australia, Mimpiku dan Teman-temanku.

Padahal selang berpisah berminggu dia sudah mampu menggandeng wanita baru, sepengetahuanku yang sampai hari ini kuyakin masih setia dengannya. Entah berapa kali lelaki ini memintaku kembali sembari dia masih tetap menipu wanitanya sendiri. Entah berapa kali dia memohonku meminta ampun untuk memaafkannya padahal dia sedang menghabiskan akhir pekan dengan wanitanya. Aku pun sempat tak habis pikir tentang dua orang yang masih saja membayangi aku yang sangat jauh dari mereka. Malu bila kuceritakan drama dua orang ini pada tulisanku. Menggelikan sekaligus menyebalkan bila ditulis ulang. 

Orang terdekat.

Perpisahan memang ada diantar aku dan dia. Lalu bagaimana dengan orang terdekat disekitar kami? Kala itu banyak yang tak percaya. Sampai aku meyakinkan bahwa aku sudah tak lagi menjadi bagian dari lelaki itu. Padahal sudah hampir 3 tahun berpisah tetepi orang terdekatnya masih terus ada dipemberitahuan pesanku. Bukan aku tak suka, hanya aku sudah tak nyaman saat kedua orang tuanya masih menanyai kabar dan bertanya kapan aku pulang. Komunikasi ini masih berlangsung hingga beberapa minggu terakhir. Aku tak nyaman, iya aku yang tak nyaman. Apa mereka sadar? Tidak. Andai mereka berpikir sejenak tentang posisi dan hidupku. Aku disini juga sedang menata hidupku sendiri dan berupaya perlahan menghilangkan memori buruk dikepala dan hatiku. Aku juga masih terus berusaha.

Komunikasi terakhir.

Aku sudah putuskan untuk memblokir semua orang terdekatnya tepat sebulan lalu. Juga pada dia yang masih tetap berusaha berbasa-basi mengirimiku pertanyaan apa kabar sebulan lalu. Aku dengan jelas menyuruhnya berhenti. Aku sebenarnya tak butuh ditanyai apa kabar, aku tak perlu dikhawatirkan. Apa bila memang khawatir bisa kirimi aku tiket pesawat untuk pulang? Atau bisa kirimi aku puluhan dollar untuk bertahan hidup? Jangan. Tolong jangan tanyakan apapun tentang hidupku. Kalian sudah tidak ada hak diantara setiap keputusan dan bagian penting dalam hariku. Aku ingin semua berhenti.

Sudah cukup rasanya  3 tahun aku dimaki, ditampar, diputus berkali-kali dan ditekan sedemikian rupa hingga menangis tersedak sampai tak mampu mengangkat kepala sendiri. Aku yang tak tahu makan sendiri, takut mengambil keputusan sendiri dan bergantung padanya bertahun-tahun. Aku yang harus menjadi sempurna lewat semua tingkah lakuku dan gayaku berdandan. Sebagaimana aku diperlakukan dengan sangat baik sampai aku juga pernah diperlakukan dengan sangat buruk. Semua sudah kurasakan selama 3 tahun aku dan kamu selalu bertatap hampir setiap hari. Aku kasihan pada diriku yang tak pernah sekalipun membantah tetapi malah meraung meminta dan memohon maaf kepada lelaki sepertimu. Apa kamu masih tak tahu apa yang salah ?

Selang 2 tahun kita berjarak pun tak bertemu dan tak bersapa. Kata kasar yang tak pernah berhenti keluar dan terucap olehmu. Berulang kali aku memaafkan dan berulang kali semua kata kecaman merendahkan selalu terlontar padaku. Sudah lengkap rasanya bagiku merasa tak pernah cukup untukmu, merasa selalu lemah atasmu dan merasa tak berguna dimatamu. Sebodoh itu jalan pikiran dan isi kepalaku saat kita tak bertemu. Tapi luka batin pula tak henti selalu tertuju padaku setiap kali masalah menimpamu disana. Manusia menyebalkan.

Sangat cukup pula dengan perpisahan 2 tahun ini membuatku muak dan lelah berkejaran dengan kata siapa yang salah. Kamu dan aku adalah si salah setelah akhir dari hubungan ini. Tak ada yang lebih salah dari kamu yang tak berhenti meneror dan mengecam keputusanku. Serta aku yang sangat salah ikut meladeni semua pertanyaan jebakan yang selalu menyentakku. Lelaki dengan semua pembenarannya, lelaki dengan harga diri, lelaki dengan semua ucapan kasarnya dan lelaki dengan gengsi dan kebohongannya. Satu hal saja jangan pernah lupakan bahwa kamulah lelaki yang kutinggalkan.  Kita tak hanya berpisah 2 tahun ini tetapi kita telah jauh berpisah lebih dari 4 tahun yang lalu. Coba ingat-ingat keputusan berpisahmu karena aku telah wisuda terlebih dahulu. Disitulah hati dan semua mimpi yang ucapmu untukku mulai pudar dikepala. 

Aku tak akan pernah menyesali keputusan berpisah, ini semua adalah pembelajaranku. Lelaki, cinta dan mimpi haruslah berjejer bersama tak ada yang lebih penting karena semua memiliki porsi berbeda. Terimakasih untuk aku dengan keputusan paling bijaksana keluar dari hubungan yang sudah tak sehat dari awal. Terimakasih telah bertahan sedemikian rupa hingga sampai berani meninggalkan hubungan tak baik ini pada akhirnya. Sudah cukup lama semua cerita ini ingin kuungkapkan, akhirnya kutulis tuntas. 

Aku tahu melalui cerita ini kamu akan berkata aku bodoh, cinta buta dan lainya. Aku hanyalah gadis remaja yang baru mengenal cinta kala itu, akupun belum sedewasa itu untuk mengerti apa hubungan tak sehat. Aku pun belum mengerti waktu yang kuhabiskan kala itu juga tak baik untuk kesehatan mentalku. Aku mengagumi aku yang bertahan kala itu sendirian. Aku menyayangi gadis itu.

Aku juga paham bila ada yang tak percaya atau tak menyangka akan kisah ini mungkin berkata aku bohong . Tidak, kisahku ini bisa kamu tanyakan kepada teman sekitarku saat kuliah. Semua orang melihat perlakuan yang kuterima hanya saja aku yang buta dan tak sadar. 

Hari ini saat aku menulis, aku sudah tak lagi merasa terbeban oleh perasaan takut dan trauma tertekan yang diberinya padaku. Aku sudah menjadi jauh lebih baik dan bebas menjadi apa yang aku mau pada hari ini. Semua keputusan ada padaku atas hidupku seterusnya, bukan kekasihku atapun lelaki yang mengaku mencintaiku. Semua keputusan ada padaku. Aku yang jalani, aku yang bahagia.


Setelah drama panjang kisah ini akhirnya bisa ditulis diawal musim dingin,

Anggi Caroot










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Lebaran Tahun Ini

Ini tahun ke empat bagiku untuk menghabiskan Ramadan dan lebaran tak pulang ke rumah. Apa aku benar masih anak dari ibu dan ayahku? Atau aku hanya berpura-pura tegar untuk menutupi semua sedihku, karena banyak hal yang membuatku tak bisa pulang. Kaum rantau yang masih terus mengejar dunia, aku. Sebentar saja jangan rapuh dan jangan menyerah dulu, berusahalah untuk tak meratapi walau sebenarnya sudah mulai terbebani. Bukan lebaran kali ini sayang, kita rencanakan lagi tahun berikutnya. Bukan tahun ini .

Hati Yang Sudah Tak Memanggil Namamu

Dentingan jam dinding malam ini serta dekapan udara musim dingin membuatku tiba-tiba teringat sosokmu. Sudah berapa lama selang aku memutuskan berhenti untuk melihat kemasa ada dirimu. Hempasan ranting pohon yang ditiup angin mengeluarkan melodi yang tak menyenangkan. Aku harap aku sudah tak diingat oleh ratusan orang yang mengenal namaku dan namamu.  Beberapa hari lalu didalam gerbong kereta dengan memperhatikan pepohonan disaat matahari terbenam aku menerima pesanmu memintaku kembali. Aku rasa hilang warasmu tak lagi ada rasa malumu atau sudah tak kau gubris akal sehatmu. Aku berbisik kehatiku, apa kamu bergetar? Tetapi tak ada jawaban. Hatiku tak bergeming meskipun itu kamu yang memanggil namaku. Dengan senyuman, Caroot yang sudah tak menginginkanmu 

Bukan Aku Yang Memulai atau Berharap Mengakhiri

Aku kira lautan yang dalam itu adalah perihal tentang sebuah rasa yang dalam pula Setiap lagu cinta mengutarakan besarnya sebuah perjuangan dan pengorbanan yang tak akan sia-sia Lalu apa yang terjadi dengan hilangnya kabar dan tak terbalasnya pesan Bila pada awalnya rasa itu disuguhkan untuk dibalas dan diterima Atau aku yang tidak paham apa itu kata menunggu ? Aku melihat senja seperti pelupuk mata yang teduh tentang kamu yang tenang disana untukku Ucapan manis bahkan sekedar gurauan tak bertopik darimu bisa membuat senyum palsuku keluar Apa yang terjadi dengan untaian kata manis yang kau bilang akan bertahan selamanya Mungkin saat itu aku lupa waktu adalah penipu ulung tentang semua kata yang terucap Atau aku yang tidak mengerti apa itu kata lelah ? Bukan aku.. Aku tak pernah mengakhiri ragu Aku tak pernah memberi harap palsu Aku tak pernah mengulur kesempatan Bukan, ya itu bukan aku.. Kau lah yang datang tanpa persetujuan dari hati yang kau