Hanya saat hujan aku
bisa berbisik mencintaimu agar kamu tak mendengar, kudekapkan bahuku erat
disamping kananmu agar aku bisa merasakan hangatmu walau sesaat. Kupejamkan
mataku pertanda semoga waktu ini berjalan lebih lama dan hujan ini semakin
deras. Aku mencintaimu bisikku, rintik hujan yang deras membuatmu tak
mendengarku. Aku tersenyum, sungguh aku tak bisa mencintaimu dengan cara ini.
Kurekatkan telingaku
tepat didadamu, dentuman jantung yang semakin kencang saat kupeluk tubuhmu. Dadamu
bergejolak tak dapat menolak keinginan semesta untuk menyertai keberadaanku.
Dari ujung malam yang kian merasuk kedalam ulu nadi, dingin yang seketika bisa
dihentikan oleh helaan nafasmu merambat pelan dari atas kepalaku. Dekapan itu,
kamu tahu tubuhku tak akan sanggup dengan kuatnya angin malam, tubuhku tak bisa
bertahan dengan cuaca yang dingin. Hangat pelukan itu pertanda penjagan yang
tak akan berhenti dilakukan.
Aku memelukmu semalaman
tetapi dinginnya malam tak bisa menghentikan kelopak mata yang terus terbuka
karena air yang jatuh seolah menyindirku. Mereka seakan berkata aku memeluk tubuh yang
salah dan aku mendebarkan hati yang terlalu lama tak pernah berdetak kencang. Dentuman air dan genangannya memantulkan cahaya penerangan, kenyataannya malam ini menyakitiku walau biasanya di bilang awam indah bergejolak
menyakiti hati yang aku jaga beribu hari. Tatapan demi tatapan mencabik malam
menyongsong pagi menghentikan penyakitan sepertiku untuk maju kedepan. Cinta
ini kuhancurkan semalam.
Semalam telah berlalu
rangkulan tubuhmu dan helaan nafas itu masih berasa dikeningku. Kurasakan lagi detak jantung
ini mengeja I, L, U didadaku tetapi dengan cepat aku menghentikannya dengan titik
tanpa koma. Arah mata melesatkan asaku naik keatas langit dimana dia menjadi
saksi setiap pertemuan yang selalu terjadi. Aku merengkuh dadaku kuat dan
kucabut rasa itu kulemparkan sekuat tenaga berharap terbawa angin, semoga
tertiup jauh lalu menghilang.
Mematikan rasa adalah
mematahkan sebuah hati yang tengah dipenuhi kupu-kupu berterbangan didalamnya.
Menyebarkan racun dengan sekali tiupan angin, mematikan semua kupu-kupu cantik
yang berada didalamnya. Gersang seketika, hancur serta retak tanpa ampun.
Pernah kamu melihat air mata yang ingin keluar tetapi tertahan didada karena
terlalu sakit ? begitulah irisan luka yang diciptakan karena rasa itu dipaksa
untuk mati. Rasa itu masih terasa pahitnya hingga kedalam jantung yang tak
mampu lagi berteriak terluka.
Aku masih merekam
senyum itu hingga ketika hujan dia akan kembali terputar diantara rintikan air
yang menggambarkan luka, rasa dan air mata dalam diam. Mencintai itu tak selalu
tentang bahagia. Masih ada keegoisan untuk memiliki tetapi segala kemungkinan
akan tetap menghujamkan mata pisau lebih dalam lagi kejantung. Aku
menghentikannya. Aku mematikannya. Aku membuat hati kembali mati. Aku melakukannya
lagi. Aku bak air yang ingin mengalir kesegala mata air kemudian berhenti
dihadang tembok besar yang tak mampu dilewati.
Kita hanya penggila hujan yang bertemu disatu waktu yang sama
Jujurku, aku cinta kamu detik
itu, detik selanjutnya aku mematikannya.
Komentar
Posting Komentar