Langsung ke konten utama

Hujan Menyembunyikan Cintaku, Menghancurkan Jantungmu

                                     

Hanya saat hujan aku bisa berbisik mencintaimu agar kamu tak mendengar, kudekapkan bahuku erat disamping kananmu agar aku bisa merasakan hangatmu walau sesaat. Kupejamkan mataku pertanda semoga waktu ini berjalan lebih lama dan hujan ini semakin deras. Aku mencintaimu bisikku, rintik hujan yang deras membuatmu tak mendengarku. Aku tersenyum, sungguh aku tak bisa mencintaimu dengan cara ini.

Kurekatkan telingaku tepat didadamu, dentuman jantung yang semakin kencang saat kupeluk tubuhmu. Dadamu bergejolak tak dapat menolak keinginan semesta untuk menyertai keberadaanku. Dari ujung malam yang kian merasuk kedalam ulu nadi, dingin yang seketika bisa dihentikan oleh helaan nafasmu merambat pelan dari atas kepalaku. Dekapan itu, kamu tahu tubuhku tak akan sanggup dengan kuatnya angin malam, tubuhku tak bisa bertahan dengan cuaca yang dingin. Hangat pelukan itu pertanda penjagan yang tak akan berhenti dilakukan.

Aku memelukmu semalaman tetapi dinginnya malam tak bisa menghentikan kelopak mata yang terus terbuka karena air yang jatuh seolah menyindirku. Mereka seakan berkata aku memeluk tubuh yang salah dan aku mendebarkan hati yang terlalu lama tak pernah berdetak kencang. Dentuman air dan genangannya memantulkan cahaya penerangan, kenyataannya malam ini menyakitiku walau biasanya di bilang awam indah bergejolak menyakiti hati yang aku jaga beribu hari. Tatapan demi tatapan mencabik malam menyongsong pagi menghentikan penyakitan sepertiku untuk maju kedepan. Cinta ini kuhancurkan semalam.

Semalam telah berlalu rangkulan tubuhmu dan helaan nafas itu masih berasa dikeningku. Kurasakan lagi detak jantung ini mengeja I, L, U didadaku tetapi dengan cepat aku menghentikannya dengan titik tanpa koma. Arah mata melesatkan asaku naik keatas langit dimana dia menjadi saksi setiap pertemuan yang selalu terjadi. Aku merengkuh dadaku kuat dan kucabut rasa itu kulemparkan sekuat tenaga berharap terbawa angin, semoga tertiup jauh lalu menghilang.

Mematikan rasa adalah mematahkan sebuah hati yang tengah dipenuhi kupu-kupu berterbangan didalamnya. Menyebarkan racun dengan sekali tiupan angin, mematikan semua kupu-kupu cantik yang berada didalamnya. Gersang seketika, hancur serta retak tanpa ampun. Pernah kamu melihat air mata yang ingin keluar tetapi tertahan didada karena terlalu sakit ? begitulah irisan luka yang diciptakan karena rasa itu dipaksa untuk mati. Rasa itu masih terasa pahitnya hingga kedalam jantung yang tak mampu lagi berteriak terluka.

Aku masih merekam senyum itu hingga ketika hujan dia akan kembali terputar diantara rintikan air yang menggambarkan luka, rasa dan air mata dalam diam. Mencintai itu tak selalu tentang bahagia. Masih ada keegoisan untuk memiliki tetapi segala kemungkinan akan tetap menghujamkan mata pisau lebih dalam lagi kejantung. Aku menghentikannya. Aku mematikannya. Aku membuat hati kembali mati. Aku melakukannya lagi. Aku bak air yang ingin mengalir kesegala mata air kemudian berhenti dihadang tembok besar yang tak mampu dilewati.


Kita hanya penggila hujan yang bertemu disatu waktu yang sama
Jujurku, aku cinta kamu detik itu, detik selanjutnya aku mematikannya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Lebaran Tahun Ini

Ini tahun ke empat bagiku untuk menghabiskan Ramadan dan lebaran tak pulang ke rumah. Apa aku benar masih anak dari ibu dan ayahku? Atau aku hanya berpura-pura tegar untuk menutupi semua sedihku, karena banyak hal yang membuatku tak bisa pulang. Kaum rantau yang masih terus mengejar dunia, aku. Sebentar saja jangan rapuh dan jangan menyerah dulu, berusahalah untuk tak meratapi walau sebenarnya sudah mulai terbebani. Bukan lebaran kali ini sayang, kita rencanakan lagi tahun berikutnya. Bukan tahun ini .

Hati Yang Sudah Tak Memanggil Namamu

Dentingan jam dinding malam ini serta dekapan udara musim dingin membuatku tiba-tiba teringat sosokmu. Sudah berapa lama selang aku memutuskan berhenti untuk melihat kemasa ada dirimu. Hempasan ranting pohon yang ditiup angin mengeluarkan melodi yang tak menyenangkan. Aku harap aku sudah tak diingat oleh ratusan orang yang mengenal namaku dan namamu.  Beberapa hari lalu didalam gerbong kereta dengan memperhatikan pepohonan disaat matahari terbenam aku menerima pesanmu memintaku kembali. Aku rasa hilang warasmu tak lagi ada rasa malumu atau sudah tak kau gubris akal sehatmu. Aku berbisik kehatiku, apa kamu bergetar? Tetapi tak ada jawaban. Hatiku tak bergeming meskipun itu kamu yang memanggil namaku. Dengan senyuman, Caroot yang sudah tak menginginkanmu 

Bukan Aku Yang Memulai atau Berharap Mengakhiri

Aku kira lautan yang dalam itu adalah perihal tentang sebuah rasa yang dalam pula Setiap lagu cinta mengutarakan besarnya sebuah perjuangan dan pengorbanan yang tak akan sia-sia Lalu apa yang terjadi dengan hilangnya kabar dan tak terbalasnya pesan Bila pada awalnya rasa itu disuguhkan untuk dibalas dan diterima Atau aku yang tidak paham apa itu kata menunggu ? Aku melihat senja seperti pelupuk mata yang teduh tentang kamu yang tenang disana untukku Ucapan manis bahkan sekedar gurauan tak bertopik darimu bisa membuat senyum palsuku keluar Apa yang terjadi dengan untaian kata manis yang kau bilang akan bertahan selamanya Mungkin saat itu aku lupa waktu adalah penipu ulung tentang semua kata yang terucap Atau aku yang tidak mengerti apa itu kata lelah ? Bukan aku.. Aku tak pernah mengakhiri ragu Aku tak pernah memberi harap palsu Aku tak pernah mengulur kesempatan Bukan, ya itu bukan aku.. Kau lah yang datang tanpa persetujuan dari hati yang kau