Langsung ke konten utama

Tugasku Saat Ini Adalah Mengikhlaskan Ketidakhadiranku

Malam ini dengan jantung yang berdetak sangat kencang karena pikiran ini diisi oleh tanda tanya banyak dikepala. Seperti soal ujian yang aku tidak tau jawabannya. Aku masih belum menerima keadaan nyata, aku selalu berharap tidak ada yang terjadi. Aku selalu berkeinginan semua baik-baik saja. 

Hatiku ingin tertawa lepas karena aku tahu dari jawaban-jawaban itu ternyata sesuai dengan dugaanku. Hanya saja ada hal yang sangat tak bisa ku mengerti sepertinya di dasar hati ini ada goresan  sakit bila kupejamkan mata. Aku terlalu banyak berfikir kataku, bukan ini diriku sebelumnya. Aku tidak pernah begini kataku. Sepertinya akhir-akhir ini aku terlalu sering mempergunakan hatiku tanpa memberinya waktu untuk beristirahat. 

Jika malam ini tidak pernah ada mungkin mimpi buruk juga tidak akan muncul. Seandainya mimpi indah datang malam ini aku ingin memelukmu Tuhan, makhlukmu ini terlalu memuja sosok manusia belakangan ini. Dia tidak seperti itu sebelumnya, dia selalu menyerukan namamu agar dia terus Kau lindungi. Manusia ini dia sedang terluka didadanya, terluka entah sebab manusia lain atau sebab keinginannya.

Melupakan hasrat untuk bersedih karena dihati yang kurasakan hanya sakit saja. Sakit yang sulit kujelaskan bukan tentang patah tetapi tentang perasaan yang terluka. Sebaik mungkin kujaga hati agar tidak lagi terluka, tetapi manusia selalu tidak punya pikiran untuk membantu. Mengapa manusia saling menyakiti? Saling memandang buruk? Saling ingin terlihat paling terluka ? Saling berpacu menjadi yang paling lemah? Apa yang terjadi tentang manusia?

Ada keyakinan dalam hati ini untuk tidak percaya apapun, kecuali satu kata “kita”. Aku terkutuk mengingat kata kita kutukan yang mengatakan ini untuk selamanya. Aku membutuhkan penawar agar kutukan “kita” ini bisa lenyap. Menghilang dan tidak kembali muncul dihari-hari ini. Semakin larut malam semakin berat rasa didada. Seperti ada getaran yang merobek jantung diikuti nadi, tak terlihat tapi sangat terasa. Sakit yang hanya kepada dirimu bisa kamu cerita.

Hal terburuk dari malam adalah mengenang. Aku menginginkan kedamaian tetapi manusia lain ingin aku memandang mereka sebagai orang-orang jahat. Mereka datang silih berganti, menghancurkan, menghapuskan dan menolakku dari kehidupan. Aku selalu merasa bersalah, entah apa yang kuperbuat. Aku manusia. Manusia.

Aku yang malam ini tidur lewat dari pukul 12 malam. Sepertinya baru malam ini kamu tidur terlambat setelah beberapa minggu tidur tak tenang dengan perasaan gelisah. Apa malam ini bisa menjadi hari terakhir kita untuk memaafkan kembali? Apa kita bisa berkompromi agar lebih kuat lagi? Atau kita perlu membuka pintu baru dihati yang telah rusak belakangan ini? Apa kita ganti saja dengan yang baru? 

Sudah tersenyum ? Aku bangga selalu padamu. Mulai hari ini berhentilah mengikuti serial kesedihan dan perasaan bermuram serta energi negatif yang merusak harimu. Mari berbahagia kamu juga perlu menemukan arti bahagia dibalik hari-harimu. Ini bukan kali pertama kamu merasa tersisih, bukan hari pertama ada yang mengganti jejakmu. Ini bukan kali pertama kamu merasa dibuang karena kamu terlalu berharga untuk dimiliki oleh siapapun. Kamu adalah makhluk paling tersombong yang pernah ku kenal. Apa kamu lupa ? 

Bahagia itu bukan diri orang lain patokannya. Berhentilah mendengar kata orang, kata dia, kata mereka bukannya kamu memang tak pernah akan mendengarkan. Jadi lah kedirimu, diri yang membuatmu bahagia atas dirimu. Diri yang kamu selalu rindukan untuk kembali. Diri yang kuat, angkuh dan tak pandang bulu. Peduli lah pada diri , terutama hatimu. Sangat rapuh dan lembut.


Aku menyemangatimu, diriku.


With tears in heart,
Caroot

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Lebaran Tahun Ini

Ini tahun ke empat bagiku untuk menghabiskan Ramadan dan lebaran tak pulang ke rumah. Apa aku benar masih anak dari ibu dan ayahku? Atau aku hanya berpura-pura tegar untuk menutupi semua sedihku, karena banyak hal yang membuatku tak bisa pulang. Kaum rantau yang masih terus mengejar dunia, aku. Sebentar saja jangan rapuh dan jangan menyerah dulu, berusahalah untuk tak meratapi walau sebenarnya sudah mulai terbebani. Bukan lebaran kali ini sayang, kita rencanakan lagi tahun berikutnya. Bukan tahun ini .

Hati Yang Sudah Tak Memanggil Namamu

Dentingan jam dinding malam ini serta dekapan udara musim dingin membuatku tiba-tiba teringat sosokmu. Sudah berapa lama selang aku memutuskan berhenti untuk melihat kemasa ada dirimu. Hempasan ranting pohon yang ditiup angin mengeluarkan melodi yang tak menyenangkan. Aku harap aku sudah tak diingat oleh ratusan orang yang mengenal namaku dan namamu.  Beberapa hari lalu didalam gerbong kereta dengan memperhatikan pepohonan disaat matahari terbenam aku menerima pesanmu memintaku kembali. Aku rasa hilang warasmu tak lagi ada rasa malumu atau sudah tak kau gubris akal sehatmu. Aku berbisik kehatiku, apa kamu bergetar? Tetapi tak ada jawaban. Hatiku tak bergeming meskipun itu kamu yang memanggil namaku. Dengan senyuman, Caroot yang sudah tak menginginkanmu 

Hai, Selamat Datang Uda di Kehidupan Uni

Aku menjadi saksi kisah cinta mereka, sahabatku. Mungkin tidak sempurna tapi biarkan aku mencoba menceritakan ulang. Dia adalah sahabat lamaku, dari sekolah menengah atas satu kelas dan juga suka membuat onar bersama. Sekarang sudah kepala dua masih sama senyum dan sifatnya tetaplah sahabatku. Terakhir kali bertemu dia menangis karena sang pujaan hati sudah memiliki sandaran kasih yang baru. Aku mencoba memberinya saran dan solusi juga seorang teman baru yang kini dia panggil Uda. Biarku coba menjadi dia agar cerita indah ini bisa nyaman kamu baca dan pahami perlahan. Aku sedang menangisi kekasih lamaku siang hari tanpa sebab hanya saja aku ingin menangis. Aku tidak mengerti kenapa air mataku tidak bisa berhenti mengalir terus saja membasahi pipi, teriakanku kedalam tak terdengar hanya air mata saja. Aku pun bercerita kepada sahabatku, memintanya mencarikanku teman baru agar luka hati yang tak ku mengerti ini bisa berlalu. Selang dua hari dia mengabariku, katanya dia me