Langsung ke konten utama

Jarak Ini Tak Bisa Berhenti Membuatku Merindukannya

Ini tahun kedua aku dan kamu berada pada waktu dan tempat yang berbeda. Aku dan kamu terpisah lagi antara Pulau Sumatera dan Kepulauan Aru tapi cintaku masih berlabuh disana. Perpisahan bukan akhir aku selalu memikirkannya ikhlas adalah caraku untuk menerima jarak dan ketidakadilan waktu ini. Hari dimana aku mengantarnya kepelabuhan memperhatikan sekitar yang sangat asing dimataku sambil bertanya dalam hati. Apa lelaki yang kuantar hari ini senyumannya masih setulus saat dia menggenggam jemariku. Apa dia tak akan lupa untuk mengirimiku pesan selamat malam dan 'i love you' setiap malamnya. Apa lelakiku ini akan kembali dengan dirinya yang aku peluk pada hari ini. Begitu banyak pertanyaan yang muncul diotakku saat itu. Seakan mengerti yang aku fikirkan lelaki ini sambil memeluk dia membisikkaanku satu hal "dua bulan sa mo" yang dalam bahasa indonesia berarti " cuman dua bulan aja", sambil tersenyum aku mengangguk pelan "hmmm". 

Tak ada tangis yang pecah hari itu setelah memeluk dan mencium pipinya tanpa mengucap kata perpisahan aku langsung pergi tanpa menoleh kebelakang. Terlalu terbiasa atau entah terlalu berat beban yang ingin kulangkahkan, aku berlalu tanpa berbalik melihatnya lagi. Aku kehilangan raganya hari itu namun tidak hatinya untukku.Setelah hari itu, keesokannya akupun menyusul berbalik kekampung halamanku untuk meninggalkan kenangan yang ada dan kembali bertemu pelipur lara, ya rumah. 

Aku tak mendengar suara dan tak bisa menyentuh lelakiku lagi. Jarak ditahun kedua ini membuatku tak bisa mendengar suaranya. Aku pikir tahun kedua ini akan lebih mudah karena komunikasi ditahun sebelumnya cukup baik. Jarak ini mulai terus membuatku belajar menghargai waktu. Saat aku ingin mengiriminya sebuah pesan aku melirik jam dan menambahkan 2jam dari waktu normalku itu lah waktu ditempatnya saat itu. Tak ada yang membuatku nyaman pada tahun kedua ini kecuali merindukannya dalam doa. Mendoakannya terasa lebih menyejukkan daripada terus-terusan berpikir ingin bertemu dengannya.

Aku berpikir untuk sedikit lebih dewasa tanpa merengek juga memaksakan keadaan yang seharusnya memang tak ku paksa. Aku cukup mendoakan kebaikan dan kesetiaannya disana. Walau aku pikir mungkin tidak mungkin. Aku selalu berpikir positif untuk menutupi segala ketakutanku karena kehilangan kabarnya beberapa minggu terakhir ini. Berpikir tentang kabarnya membuatku sedikit lelah namun aku belum menyerah masih tersisa satu bulan lagi dan ini belum cepat berakhir.

Saat akan menyentuh handphone aku merasa ini sangat menyakitiku, sekarang handphone bukan teman terbaikku. Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan menonton berbagai film yang bisa menghabiskan waktuku tanpa harus menghirup aroma rindu yang sulit untuk terus kutahan sendiri. Aku tak bisa terus-terusan menmposisikan diriku sebagai seorang yang harus selalu menunggu tapi juga membuatnya menjadi lebih berarti. Sajak yang terus kutulis juga kubuang untuk menghentikan rindu juga menghindarinya agar semakin tak bergejolak.

Tetapi satu hal yang tidak bisa terus kupingkiri
Jarak ini tak bisa berhenti membuatku merindukannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bukan Lebaran Tahun Ini

Ini tahun ke empat bagiku untuk menghabiskan Ramadan dan lebaran tak pulang ke rumah. Apa aku benar masih anak dari ibu dan ayahku? Atau aku hanya berpura-pura tegar untuk menutupi semua sedihku, karena banyak hal yang membuatku tak bisa pulang. Kaum rantau yang masih terus mengejar dunia, aku. Sebentar saja jangan rapuh dan jangan menyerah dulu, berusahalah untuk tak meratapi walau sebenarnya sudah mulai terbebani. Bukan lebaran kali ini sayang, kita rencanakan lagi tahun berikutnya. Bukan tahun ini .

Hati Yang Sudah Tak Memanggil Namamu

Dentingan jam dinding malam ini serta dekapan udara musim dingin membuatku tiba-tiba teringat sosokmu. Sudah berapa lama selang aku memutuskan berhenti untuk melihat kemasa ada dirimu. Hempasan ranting pohon yang ditiup angin mengeluarkan melodi yang tak menyenangkan. Aku harap aku sudah tak diingat oleh ratusan orang yang mengenal namaku dan namamu.  Beberapa hari lalu didalam gerbong kereta dengan memperhatikan pepohonan disaat matahari terbenam aku menerima pesanmu memintaku kembali. Aku rasa hilang warasmu tak lagi ada rasa malumu atau sudah tak kau gubris akal sehatmu. Aku berbisik kehatiku, apa kamu bergetar? Tetapi tak ada jawaban. Hatiku tak bergeming meskipun itu kamu yang memanggil namaku. Dengan senyuman, Caroot yang sudah tak menginginkanmu 

Bukan Aku Yang Memulai atau Berharap Mengakhiri

Aku kira lautan yang dalam itu adalah perihal tentang sebuah rasa yang dalam pula Setiap lagu cinta mengutarakan besarnya sebuah perjuangan dan pengorbanan yang tak akan sia-sia Lalu apa yang terjadi dengan hilangnya kabar dan tak terbalasnya pesan Bila pada awalnya rasa itu disuguhkan untuk dibalas dan diterima Atau aku yang tidak paham apa itu kata menunggu ? Aku melihat senja seperti pelupuk mata yang teduh tentang kamu yang tenang disana untukku Ucapan manis bahkan sekedar gurauan tak bertopik darimu bisa membuat senyum palsuku keluar Apa yang terjadi dengan untaian kata manis yang kau bilang akan bertahan selamanya Mungkin saat itu aku lupa waktu adalah penipu ulung tentang semua kata yang terucap Atau aku yang tidak mengerti apa itu kata lelah ? Bukan aku.. Aku tak pernah mengakhiri ragu Aku tak pernah memberi harap palsu Aku tak pernah mengulur kesempatan Bukan, ya itu bukan aku.. Kau lah yang datang tanpa persetujuan dari hati yang kau